jump to navigation

Budaya Orang Indonesia Menurut Orang Jepang March 1, 2007

Posted by isronax in Mading.
trackback

Bole dapet dr org:

Budaya Orang Indonesia Menurut Orang Jepang
Kontributor: CDC

Prof Nagano, staf pengajar Nihon University memberikan kuliah
intensive course dalam bidang Asian Agriculturedi IDEC Hiroshima
University.

Beliau sering menjadi konsultan pertanian di negara-negara Asia
termasuk Indonesia. Ada beberapa hal yang menggelitik yang beliau
utarakan sewaktu membahas tentang Indonesia:

1.Orang Indonesia suka rapat dan membentuk panitia macam-macam.
Setiap ada kegiatan selalu di rapatkan dulu, tentunya dengan
konsumsinya sekalian. Setelah rapat perlu dibentuk panitia kemudian
diskusi berulang kali,saling kritik, dan merasa idenya yang paling
benar dan akhirnya pelaksanaan tertunda-tunda padahal tujuannya
program tersebut sebetulnya baik.
2. Budaya Jam Karet
Selain dari beliau, saya sudah beberapa kali bertemu dengan orang
asing yang pernah ke Indonesia. Ketika saya tanya kebudayaan apa yang
menurut anda terkenal dari Indonesia dengan spontan mereka jawab :
Jam Karet! Saya tertawa tapi sebetulnya malu dalam hati.Sudah
sebegitu parahkah disiplin kita?

3. Kalau bisa dikerjakan besok kenapa tidak (?)
Kalau orang lain berprinsip kalau bisa dikerjakansekarang kenapa
ditunda besok? Saya pernah malu juga oleh tudingan Sensei saya
sendiri tentang orang Indonesia. Beliau mengatakan, Orang Indonesia
mempunyai budaya menunda-nunda pekerjaan.

4. Umumnya tidak mau turun ke Lapangan
Beliau mencontohkan ketika dia mau memberikan pelatihan kepada para
petani, pendampingnya dari direktorat pertanian datang dengan safari
lengkap padahal beliau sudah datang dengan work wear beserta sepatu
boot.
Pejabat tersebut hanya memberikan petunjuk tanpa bisa turun ke
lapang, kenapa? Karena mereka datangnya pakai safari dan ada yang
berdasi. Begitulah beliau menggambarkan orang Indonesia yang hebat
sekali dalam bicara dan memberikan instruksi tapi jarang yang mau
turun langsung ke lapangan.

Saya hanya ingin mengingatkan bahwa kita sudah terlalu sering dinina-
bobokan oleh istilah indonesia kaya,masyarakatnya suka gotong royong,
ada pancasila,agamanya kuat, dan lain-lain.Dan itu hanyalah istilah,
kenyataannya bisa kita lihat sendiri.

Ternyata negarakita hancur-hancuran, bahkan susah
untuk recovery lagi, mana sifat gotong royong yang membuat negara
seperti Korea, bisa bangkit kembali. Kita selalu senang dengan
istilah tanpa action. Kita terlalu banyak diskusi,saling lontar ide,
kritik, akhirnya waktu terbuang percuma tanpa action. Karena belum
apa-apa sudah ramai duluan.

Kapan kita akan sadar dan intropeksi akan kekurangan-kekurangan kita
dan tidak selalu menjelek-jelekkan orang lain? Selama itu belum
terjawab kita akan terus seperti ini, menjadi negara yang katanya
sudah mencapai titik minimal untuk disebut negara beradab dan tetap
terbelakang disegala bidang.
Mudah-mudahan pernyataan beliau menjadi peringatan bagi kita semua,
terutama saya pribadi agar bisa lebih banyak belajar dan mampu
merubah diri untuk menjadi yang lebih baik.

By: Ahmad Darobin Lubis, Graduate School for International
Development and Cooperation (IDEC) Hiroshima University

Comments»

1. abdul latif - September 13, 2007

kita memang terlalu di ninabobokan dengan slogan2 yang mematikan. dari nenek moyang turun temurun dilagukan, bahwa tanah kita tanah surga. beda degnan jepang yang justru mengajar generasi mereka untuk prihatin. bahwa negara mereka miskin dan tidak punya apa-apa. oleh karenanya mereka harus kreatif dan bekerja keras.
mestinya, kerjasama pendidikan dengan jepang lebih ditingkatkan. dengan begitu selain belajar disiplin ilmu tertentu, orang indonesia juga bisa belajar budaya jepang..
semoga di indonesia kelak akan banyak ‘orang jepang’ berwajah indonesia.

2. Eri ( Diah Asri Erowati) - November 22, 2007

Assalamu’alaikum wr wb.
Hallo Pak Darobin, selamat berjumpa di blog paka Darobin ini.

Wah betul pak Darobin, saya juga gregetan, gimana caranya supaya program-program Deptan yang suangat buagusnya itu bisa betul-betul dilaksanakan. Saya juga sudah coba nekad mendatangi kelurahan tempat saya berada yaitu di Kotabatu. Ternyata tanpa uang atau lebih tepatnya dana, sulit untuk menggerakkan masyarakat untuk menjalankan teori yang kita luncurkan. Jadi intinya kalao saya akan mengajak orang untuk mempraktekkan apa yang saya lontarkan, maka saya harus punya dukungan dana untuk membiayai ide saya itu. Oleh karena saya bukan seorang pengusaha, maka saya tidak berani melakukan pinjamna ke Bank untuk menjalankan ide saya itu, maka saya cukup bersusah-susah dulu dengan mengajukan proposal kepada lembaga-lembaga yang kebetulan saya tahu mempunyai konsern terhadap ide saya, jadi sayapun akhirnya harus menunggu dulu apakah proposal saya itu nanti mendapat respon atau tidak dari penyandang dana. Baru setelah positif saya dapat dana baru nanti saya berani mengajak orang minimal di sekirtar saya untuk melakukan apa yang saya idekan.
Baru-baru ini saya kebetulan maju satu langkah lagi untuk menuju diberikannya dana dari RIstek, yaitu dari program Riset insentif, dan saat ini saya masih menunggu hailnya. Nanti kalau proposal saya itu lolos seleksi, berarti saya punya dana untuk menjalankan ide saya memanfaatlkan daun jagung untuk diproduksi menjadi silase isi ulang dalam drum plastik berpelat.
Mungkin dengan begitu sya nanti akan menjadi salah satu peneliti yang berhasil memproduksi silase dalam skala komersil bergandengan tangan dengan salah seorang pengusaha kecil di Sukabumi, yang kebetulan mempunyai perkebunan jagung dan saat ini bergerak di trading jagung pipilan yang dipasok salahsatunya ke Cargil.
Yah begitulah pak, semoga saja saya bisa merealisasikan mimpi saya menjadi peneliti yang memproduksi hasil penelitiannya untuk betul-betul di usahakan menjadi suatu produk barang yang layak jual.

Demikian, semoga pak Darobin sukses terus, dan semoga kerjasama yang selama ini pernah ada dapat bersambung kembali.
Sampai jumpa, Wassalamu’alaikum wr wb.

Eri.

3. Dhini - December 29, 2008

Budaya masyarakat negeri ini, memang sudah sangat memprihatinkan. Namun kita harus tetap optimis bahwa cepat atau lambat “perubahan” menuju arah yang lebih baik akan terwujud. Tulisan di atas cukup menarik, dapat menjadi “inspirasi” yang menyadarkan bahwa sebenarnya kita sudah “terpuruk”. Kita harus bisa menjadi “motivator” (minimal untuk diri sendiri) agar tidak terpuruk lebih dalam lagi. Kita harus bangkit ! TUHAN tidak akan mengubah “nasib” suatu negeri, jika penduduk negeri tersebut tidak mau “berubah”…!!! may GOD bless us.

4. M. Slamet, STP. - January 12, 2010

memang benar pak, saya sebagai anak muda merasa malu dengan julukan itu. Saya juga mempunyai beberapa ide yang dapat memberdayakan petani kita. Kita hanya menuntut komitmen dari petani tentang pemilihan produk apa yang akan ditanam pada suatu daerah (seperti desa) dengan begitu kita dapat memetakan dimana daerah yang menghasilkan misalnya jagung (atau apapun) dan berapa produksinya per hari/minggu/bulan atau tahun di daerah tersebut sehingga kita dapat memperkirakan berapa kekuatan produksi kita dan sasaran pasar apakah untuk lokal atau export. Dengan kata lain setiap daerah harus menanam maksimal 3 jenis tanaman pangan/perkebunan/perikanan sehingga kemampuan produksi dapat diperkirakan


Leave a comment